Senin, 25 Juli 2022

Guru: Antara Disiplin dan Penegakan Hukum



 Guru: Antara Disiplin dan Penegakan Hukum  

oleh Dodi Saputra


Manusia memiliki kebutuhan menuntut ilmu dimana pun berada. Ilmu yang didapat dari guru, maupun yang di dapat dari alam dan pengalaman. Sejatinya, seorang pelajar yang mendapatkan bimbingan dari guru, ia menyadari bahwa kecerdasannya semakin bertambah dari waktu ke waktu. Namun, terdapat satu hal yang menggelengkan kepala berkali-kali. Bukan hanya sekali, guru yang seharusnya dihormati dan ditempatkan diposisi terhormat malahan menjadi korban Hak Azazi Manusia (HAM). Banyak versi dalam melihat problem serupa ini. ada tanggapan dari siswa/generasi muda dalam menentukan kata setuju atau tidak setuju. Dalam warta beberapa waktu lalu terdengar bahwa guru divonis tiga bulan

hanya gara-gara mencukur rambut salah satu siswanya. Guru tersebut harus duduk dikursi pesakitan. Dalam persidangan, guru tersebut terbukti bersalah dan divonis tiga bulan penjara dengan masa percobaan enam bulan. Atas putusan tersebut, si guru mengajukan banding. Setelah ditelusuri, ternyata guru itu tidak menyangka bahwa sikapnya tersebut dinyatakan melanggar pasal 335 KUHP ayai 1 ke 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan kepada salah satu anak didiknya di sekolah tempatnya mengajar. 

Atas nama hukum, tentu dilanjutkan ke tahap persidangan. Dalam sidang yang dipimpin oleh seorang hakim ketua dinyatakan vonis tiga bulan penjara dengan masa percobaan selama enam bulan. Selain itu, ia juga dikenai kewajiban untuk membayar biaya perkara sebesar lima ribu rupiah. “Terbukti melanggar pasal 335 KUHP ayai 1 ke 1 KUHP dan pidana penjara tiga bulan dan tidak perlu dijalankan,” demikianlah kata Hakim ketua.

Menanggapi vonis yang dijatuhkan hakim tersebut, si guru didampingi oleh pengacaranya mengajukan banding. Sementara dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) sendiri, mengaku menerima vonis yang dijatuhkan oleh hakim tersebut. “Kami menyatakan banding,” kata si guru di depan hakim. Sementara itu, kasus yang menyeretnya berawal saat si guru melakukan kedisiplinan di sekolah tempatnya mengajar yakni dengan cara memotong rambut siswa yang dinilai sudah panjang pada tahun lalu. Dalam kegiatan tersebut, ia memotong sebagian rambut siswa dan meminta agar siswa yang bersangkutan merapikannya di rumah. Namun, salah satu orang tua siswa, tidak terima sikap dan kemudian menempuh jalur hukum. 

Kronologi divonisnya guru di atas menjadi perspektif yang berbeda. Top of Form

Pertama, sebaiknya setiap sekolah dan perwakilan orang tua murid membuat aturan kedisiplinan lengkap dengan sanksinya. Dituangkan dalam Surat Kesepakatan yang ditandatangani oleh Murid dan Orang Tua (Wali) murid. Jika mencukur rambut tidak sesuai hukum yang lebih tinggi, maka dapat mengganti sanksinya dengan membersihkan toilet sekolah.

Ini untuk mencegah saling tuntut dimeja hijau. Kedua, hal yang demikian itu merupakan arogansi guru. Seharusnya guru tersebut memberikan pengarahan dan peringatan. Bukan main potong separuh dan mempermalukan siswa. Apalagi disebabkan tidak adanya membuat perjanjian di atas materai. Apa salahnya siswa disuruh potong rambut terlebih dahulu, setelah itu baru masuk kelas lagi. Parahnya lagi, ada guru yg menyuruh siswanya memotong rambut dengan panjang satu sentimeter. Coba pihak guru membayangkan, mana yang lebih rapi, siswa yang memotong rambut satu sentimeter atau siswa yang memotong rambut sedikit panjang tapi lebih rapi dan enak dilihat, karena setiap orang belum tentu rapi apabila rambutnya pendek sekali disebabkan oleh bentuk kepala yang berbeda. 

Kemudian terdapat peraturan dari sekolah, bahkan ditentang oleh pihak lain. Ada sosok yang sebagai salah satu orang yang mengerti hukum, melihat adanya ketidakpastian terhadap apa dan siapa. Sebaiknya setiap sekolah memikirkan yang difungsikan kemampuan siswa dalam memahami pelajaran bukan sibuk terhadap penampilan siswa. nantinya ketika jadi mahasiswa juga rambut panjang karna setiap kampus mengerti akan hal itu dan satu lagi ketika mereka sudah dewasa pasti ada keinginan untuk tidak lagi panjang rambut, butuh waktu buat mereka menikmati masa muda yang mungkin jadi bahan pelajaran ke depannya bagi mereka.

Ketiga, Sebenarnya setiap peraturan sekolah selalu disosialisasikan terlebih dahulu kepada seluruh siswa dan orangtua siswa. Peraturan sekolah juga disahkan bersama pengurus Komite Sekolah sebagai perwakilan orangtua siswa. Selain itu,  siswa pun selalu diingatkan agar mematuhi peraturan sekolah. Lalu, apakah bisa dikatakan "arogansi" pada saat guru mengambil tindakan pembinaan terhadap siswa yang tidak mengacuhkan peraturan sekolah? Kalau begitu, apa gunanya dibuat peraturan, jika siswa boleh melanggar seenak perutnya?

Dari beberapa perspektif tersebut, dapat dilihat bahwa memang begitulah kondisinya sekarang ini, kalau ada tanda tangan Wali Murid dan Murid, maka tuntutan di meja hijau akan mentah. Maklum zaman sekarang orang senang berperkara. Apalagi yang banyak uangnya.

Biasanya setiap peraturan itu telah disosialisasikan kepada seluruh warga sekolah dan juga orangtua siswa. Pemberian sanksi pun biasanya setelah melalui tahapan-tahapan yang sesuai prosedur tetap (protap) yang juga telah diketahui bersama. Di beberapa sekolah sering dilakukan razia rambut dan pemotongan rambut siswa. Sebelumnya sudah diingatkan kepada siswa yang rambutnya panjang agar memangkas sesuai ketentuan sekolah. Jika peringatan sekolah diabaikan juga, maka wajar kalau diberi sanksi. Tak ada disiplin tanpa penegakan aturan dan pemberian sanksi bagi pelanggarnya. 

Ada baiknya, pendidikan melihat kembali tentang disiplin sekolah sebagai usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Menurut Wikipedia (1993) bahwa disiplin sekolah “refers to students complying with a code of behavior often known as the school rules”. Yang dimaksud dengan aturan sekolah (school rule) tersebut, seperti aturan tentang standar berpakaian (standards of clothing), ketepatan waktu, perilaku sosial dan etika belajar/kerja. Pengertian disiplin sekolah tersebut kadang kala diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi) sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadang kala menjadi kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya, sehingga terjebak dalam bentuk kesalahan perlakuan fisik (physical maltreatment) dan kesalahan perlakuan psikologis (psychological maltreatment), sebagaimana diungkapkan oleh Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snockdalam bukunya “Dangerous School” (1999). 

Berkenaan dengan tujuan disiplin sekolah, Maman Rachman (1999) mengemukakan bahwa tujuan disiplin sekolah adalah : (1) memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, (2) mendorong siswa melakukan yang baik dan benar, (3) membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah, dan (4) siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya. Sementara itu, dengan mengutip pemikiran Moles, Joan Gaustad (1992) mengemukakan: “School discipline has two main goals: (1) ensure the safety of staff and students, and (2) create an environment conducive to learning”. Sedangkan Wendy Schwartz (2001) menyebutkan bahwa “the goals of discipline, once the need for it is determined, should be to help students accept personal responsibility for their actions, understand why a behavior change is necessary, and commit themselves to change”. Hal senada dikemukakan oleh Wikipedia (1993) bahwa tujuan disiplin sekolah adalah untuk menciptakan keamanan dan lingkungan belajar yang nyamanterutama di kelas. Di dalam kelas, jika seorang guru tidak mampu menerapkan disiplin dengan baik maka siswa mungkin menjadi kurang termotivasi dan memperoleh penekanan tertentu, dan suasana belajar menjadi kurang kondusif untuk mencapai prestasi belajar siswa. 

Keith Devis mengatakan, “Discipline is management action to enforce organization standarts” dan oleh karena itu perlu dikembangkan disiplin preventif dan korektif. Disiplin preventif, yakni upaya menggerakkan siswa mengikutidan mematuhi peraturan yang berlaku. Dengan hal itu pula, siswa berdisiplin dan dapat memelihara dirinya terhadap peraturan yang ada. Disiplin korektif, yakni upaya mengarahkan siswa untuk tetap mematuhi peraturan. Bagi yang melanggar diberi sanksi untuk memberi pelajaran dan memperbaiki dirinya sehingga memelihara dan mengikuti aturan yang ada. Orang yang tidak suka dengan aturan/disiplin suatu institusi maka sebaiknya tidak usah mamaksakan diri masuk ke institusi itu. Apalagi tidak ada yang memaksa masuk sekolah. 

Sejauh ini, sistem pendidikan kita sudah baikkah? Sistem Pendidikan Nasional masih saja mencari format yang tepat. tidak heran kalau kurikulum selalu bongkar pasang. Namun, itu adalah kewenangan pemerintah. Apapun kurikulum yang dipakai sejak dulu, disiplin sekolah tetap jadi prioritas. Tanpa disiplin sebuah sistem akan berantakan. Sejenak mengutip pemikiran Moles, Joan Gaustad (1992) mengemukakan: “School discipline has two main goals: (1) ensure the safety of staff and students, and (2) create an environment conducive to learning”. Sedangkan Wendy Schwartz (2001) menyebutkan bahwa “the goals of discipline, once the need for it is determined, should be to help students accept personal responsibility for their actions, understand why a behavior change is necessary, and commit themselves to change”. Supaya semua pihak dapat memahami seputar koherensi  antara disiplin dengan perlindungan kepada anak. Alangkah baiknya jika kembali membaca UU. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 16 (1) mengatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Pasal 19 Setiap anak berkewajiban untuk menghormati orang tua, wali, dan guru, mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman, mencintai tanah air, bangsa, dan negara, menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya, dan melaksanakan etika dan akhlak yang mulia. 

Satu hal yang menjadi pertanyaan ketika anak dididik untuk melaksanakan kewajibannya sesuai dengan pasal 19, lalu dibenturkan dengan pasal 16? Apakah cubitan dan pemotongan rambut termasuk kategori tindakan tidak manusiawi? Pasal 13 dalam UU. PA. bisa menjadi "pasal karet" jika tidak ada penjelasan dan batasan-batasan yang jelas.

Pasal 13 (1) mengatakan setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya. (2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

Harapan masyarakat pendidikan tertimpu pada hukum Indonesia melibatkan nurani dalam kebijakannya. Sehingga hukum Indonesia tidak dikatakan bayaran. Otomatis, setiap yang punya uang akan menang dalam perkara. Hal itu tentu tidak diinginkan.

Sebelumnya diberitakan hal serupa, tentang siswa yang dicubit oleh guru pada bagian atas perut, tepatnya bawah ketiak sebelah kiri dengan tangan kanan. Penyebabnya, sudah dua kali siswa tidak mengerjakan ulangan sehingga dia mendapatkan nilai nol. Akibat cubitan itu, guru dilaporkan oleh orang tua siswa. Melihat itu, orangtua siswa yang notebene adalah orang yang beruang, meminta puluhan juta sebagai uang damai. Bila uang diberikan, maka laporan kepada pihak berwajib akan segera dicabut. Cubitan guru itu tujuannya mendidik. Cubitan sayang seorang guru, tidak ada niat mencelakai, melukai dan melakukan kekerasan. Bukti bahwa orang yang punya uang dapat memaksakan kehendaknya terhadap hukum. Let's be smart. Sekolah tidak mengekang siswa, melainkan memberikan kebebasan asal dalam koridor. Dimana pun aturan pasti selalu ada. Apalagi di sekolah yang diberi tugas membentuk karakter positif yang sangat penting untuk masa depan siswa itu sendiri. Setidaknya tidak ada yang menilai bahwa guru-guru bodoh, apalagi merasa anak-anak tidak diberi sedikit kebebasan.* (Padang Pariaman, 2022)

(amikom.ac.id)

Minggu, 24 Juli 2022

Cerpen Dodi Saputra_Riwayat Toga Hitam


 

Riwayat Toga Hitam

Cerpen Dodi Saputra

 

            Sebuah pagi yang menggigil tak menyurutkan langkahnya. Pakaian serba rapi dan tak tertinggal sebuah toga hitam. Toga hitam itu dipasangkan di kepala Ridi. Sempat ia tersenyum simpul melihat dirinya di cermin. Betapa tidak, baru kali ini ia bisa melepas beban-beban yang terikat di pundaknya. Ya, beban yang dititipkan orang-orang kampung, beban dari adik-adik, juga beban selama duduk di bangku sekolah. Semua ikatan itu terasa lepas dari tubuhnya saat ini. Tetapi tidak bila esok tiba. Beban yang satu ini berdatangan silih berganti. Sebuah beban untuk masa datang telah menanti, tepat saat upacara nanti berakhir.

            Senyum sang raja pagi semakin meninggi, memancar tepat di pipi-pipi mereka. Bila hendak tahu wajah mereka, engkau bisa melihat sebuah kerumunan orang-orang bertopi hitam. Ya, mereka telah menamatkan kuliah. Satu topi hitam itu milik Ridi. Betapa ia ingin memperpanjang hari itu. Hari yang membahagiakan. Tapi turut pula menyelinap bayang-bayang kelam di kepalanya. Demikian pula buat keluarga dari kampung. Mereka datang berkat mobil berkursi enam itu. Mobil yang entah datang dari mana. Setahu Ridi, jarang ada mobil di kampung. Kalau pun ada, itu milik kepala desa. Terbayang susah pula untuk bisa meminjam, apalagi dibawa ke kota. Itu baru satu dari bayangan yang berlari dari pertanyaan ke pertanyaan lain.

            Topi-topi hitam itu berjejer rapi. Mereka menjalani upacara bersama suara-suara dan nyanyian khidmat. Aliran bening turut mengalir di beberapa pipi mereka. Entah apa yang ada di kepala mereka. Mungkin terlalu memelas dada mereka, bisa jadi teringat orang tua, atau menatap getirnya hari-hari mendatang. Oh, mereka benar-benar di persimpangan jalan. Tinggal meniti arah mata angin yang membawa dirinya.

            “Kau makin kurus, Nak.”

            “Ya, Yah. Ridi jarang makan dan sering lembur.”

Ri tersenyum simpul. Ia terus berusaha tampak bahagia di hadapan keluarga.

            “Oh ya, kapan berangkat dari kampung, Bu?”

            “Kami berangkat kemarin, Nak.”

Sesaat Ri menatap mobil. Tampak kaca depan dan samping yang pecah, juga lumpur jalanan yang melekat di sekitar roda.

            “Bu, mengapa kaca mobil itu pecah?”

            “Oh, itu memang dari pinjam sudah pecah.” Ayah dan ibunya saling bertemu mata.

Ri tahu benar itu mobil kepala desa. Selama ini, ia tak pernah melihat mobil sampai seperti itu. Setahu Ri, mobil kepala desa selalu terawat dan bersih. Kepala Ri penuh tanya. Tak berapa lama, ia baru teringat. Perjalanan dari kampung ke kota tidaklah mudah. Ada banyak pesawangan di sepanjang jalan. Gelap dan tak jarang lobang. Apalagi akhir-akhir ini kabut asap semakin tebal saja. Oh, tidak! Peluang besar mobil itu dilempari batu oleh orang-orang jahat. Ri ingat betul malam itu, semasa Ayah mengantar Ri mendaftar kuliah ke kota. Ketika melewati jalanan gelap, tiba-tiba terdengar benturan keras di kaca depan dan jendela samping mobil. Untung saja batu-batu itu tak sempat menyentuh kepala Ri. Tetapi pelipis ayah sempat berdarah olehnya.

            Cukuplah Ridi yang membatin melihat keadaan ini. Ia mafhum betapa masa lalu adalah kenangan pahit yang melecutnya. Ia tak dapat menahan aliran bening membasahi pipinya. Belum lagi dengan apa Ayah mengirimi uang setiap bulan, juga ibu yang mengirimkan sambal lewat mobil tujuan kota. Sementara Ayah hanya menanam sayuran dan Ibu mencuci kain tetangga. Pipinya semakin basah. Ia mengambil sapu tangan di tas kecilnya. Cukup sekali usap, pipinya kering kembali. Matanya berkedip-kedip sembari menatap ayah dan ibu. Badannya lemah dan bertambah-lemah. Matanya berkunang-kunang dan semuanya gelap. Ya, demi mengejar jam upacara toga hitam, ia rela melewatkan sarapan pagi. Padahal itulah yang selalu diingatkan Ibu selama masa sekolah di kampung dulu. Semua kebiasaan makan di kampung ternyata sudah jauh berubah selama di kota. Tugas-tugas yang menumpuk, pulang senja, dan badan yang letih membuatnya tak bisa untuk sekadar memasak. Ia lebih memilih membeli sambal yang hanya cukup untuk satu atau dua kali makan. Tulang di pipi dan keningnya semakin tampak saja hingga kepulangannya di kampung halaman.

***

            “Hei, Ridi, kau sudah tamat kuliah?” Tanya tetangga sebelah.

            “Iya, memang ada apa, Bi?”

            “Kenapa masih di rumah?” Kau tak bekerja?”

            “Belum, Bu. Aku...”

            “Percuma sekolah tinggi-tinggi, pulang-pulang jadi pengangguran!”

            Ri lebih memilih menunduk dan menahan perih di dadanya. Seperti sayatan yang menyisakan luka menganga. Sulit untuk sembuh, susah kembali seperti sedia kala. Hari berlalu semakin cepat, sementara pekerjaan tak kunjung datang. Ia tak tahu kemana harus membawa dirinya. Sesaat, ia melihat Nita dengan sepeda motor baru melewati halaman rumahnya. Ia juga sudah lulus kuliah. Tetapi ada yang berbeda dengannya. Tampilannya seperti pejabat saja. Ia mengenakan pakaian dinas. Rapi dan berwibawa. Bahkan, untuk menyapanya pun, Ridi berpikir berulang-ulang. Untung saja Nita tak sempat melihat ke arahnya. Nita melintas begitu saja meninggalkan sisa roda. Ia tahu persis dengan Nita. Ia teman bermain lompat tali masa kecil dulu.

            Ridi menyaksikan hari membuka dan menutup. Termasuk hari ini, ia membuka pagi agak berat. Entah apa yang ada dalam kepalanya, sehingga semalam susah tidur dan gelisah tiada menentu. Ia pun tak ingat betul waktu matanya mulai tertutup. Seingatnya, ia masih memegang pena dan mencoret-coret buku harian. Tak disangka, ia menulis nama seseorang. Agi. Ya, dialah orang yang menyesaki dada dan kepalanya saat ini. Pria yang tak kunjung henti mengambil hati. Bukan hanya hati, juga diri. Ia menanti jawaban dari mulut Ridi. Lebih dari empat tahun. Ia menggarap ladang sayur di kaki bukit. Tak sempat ia lanjutkan membaca buku apalagi merantau ke tanah seberang. Sebidang ladang mau tak mau harus ia kerjakan. Ayah yang terduduk lunglai sepanjang hari, ibu yang tak tahu kapan nasi harus tanak, juga sambal yang semestinya terhidang. Tak jarang Agi pulang tengah hari dengan sambutan kosong. Tak ada piring, apalagi semangkuk lauk di meja makan. Ia mesti menanak nasi sepulang dari ladang. Padahal, cacing di perut telah berteriak berkali-kali sejak matahari sepenggalah.

            Ridi tak tahu harus berkata apa. Ayah dan Ibu bahkan tak tahu sejauh ini jalan yang telah mereka tempuh. Mereka telah terlanjur mengukir janji. Sepulang dari rantau, ia harus siap menjadi teman sepanjang hidup. Ya, serupa rencana masa depan, namun tak berikatan. Ia semakin tak kuasa ketika waktu begitu cepat berlalu. Ia berpikir sebelumnya, mungkin ketika di rantau bertahun-tahun, Agi bisa terlupa, sudah tak tahan lagi, dan tertarik pada perempuan lain. Jadi, ia pun bisa mengalihkan perhatian dan bisa bebas dari itu semua. Seingat Ri, ia tertarik, sebab ia berparas putih. Satu lagi, juga ketika ia mengendarai sepeda motor barunya. Ia menduga lelaki itu anak orang kaya. Sampai terucap rencana besar itu. Ya, bersanding setelah pulang ke kampung. Hari-hari berlalu serba tak menentu. Sementara tulang-tulang di wajah Ridi semakin menonjol saja.

***

            Rici, adik pertama Ridi pulang mengajar. Ia masuk rumah dengan senyum simpulnya. Sepanjang langkah dari pintu depan hingga dapur, ia bernyanyi riang. Tampak ada sesuatu di balik wajahnya yang bulat dan tertutup jilbab itu.

            “Ci, kau riang sekali, ada apa?”

            “Minggu depan dia ke sini.”

            “Dia siapa?”

            “Mbak memang belum tahu, tapi nanti juga tahu.”

            Ridi hanya bisa memandangi adiknya sampai hilang di balik tirai kamar. Masih saja terdengar nyanyian itu. Ia tahu benar, ini bukanlah hal biasa. Tak pernah adiknya seriang ini. Setahu Ridi, adiknya selama ini pendiam dan menjaga suara, apalagi pandangannya. Ia hanya mengisi hari-hari dengan bekerja dan tak jarang berkumpul dengan teman-teman dekat saja saban minggu. Tak lebih dari itu. Bahkan, untuk sekadar keluar rumah pun, ia perlu sekitar beberapa menit untuk memakai kaos kaki dan merapikan kerudungnya. Tak peduli cuaca dingin atau panas, ia tetap seperti itu. Ridi berharap semuanya baik-baik saja. Meskipun ia tak bisa seriang adiknya saat ini.

***

            Ridi hendak masuk ke kamarnya. Pandangannya menangkap Ayah, Ibu, dan Rici di ruang keluarga. Mereka bertatapan mata dan berlinang air mata. Kening Ridi mulai berkerut melihat keadaan ini. Ia tetap menahan tatapannya.

            “Ayah, Ibu, Rici mohon doa restu.” Pipinya basah dan semakin basah.

            “Ya, Nak. Kami merestui.” Ibu membelai lembut wajahnya yang teduh itu.

Mata Ridi semakin lebar mendengar ucapan mereka. Ia tak percaya hal ini. Tetapi ini bukanlah mimpi. Ia benar-benar tak menyangka bahwa secepat itu adiknya mengakhiri masa kesendirian. Ia merasa malu dengan dirinya. Ia sebagai kakak yang sudah sekolah tinggi-tinggi tak tahu akan melangkah ke mana, berpasangan dengan siapa, juga tak bisa memutuskan sebagaimana adiknya saat ini.

            Ingatannya kembali pada Agi. Selepas mendapat toga hitam itu, Ri dijejali dengan pertanyaan-pertanyaan di ponselnya hampir saban hari. Berbeda semasa sekolah dulu, ia bisa mengandalkan sekolah sebagai alasan. Ya, menunda hari jadi mereka. Semua itu terasa menusuk-nusuk benak. Ia masuk kamar dengan kepala menggeleng-gelang. Matanya berkunang-kunang dan semuanya terasa gelap.

            Rici mendapati kakaknya rebah di kasur. Tak biasa, cepat sekali kakaknya istirahat malam ini. Sebuah malam yang menjadi peraduan keduanya. Rici sengaja tidur di sebelah kakaknya untuk malam ini. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk menimpanya. Sebab, wajahnya tampak tak seperti biasa. Akhir-akhir ini, ia juga merasakan sesuatu yang beda pada kakaknya. Mulai dari tubuh, wajah, dan sikap. Ingin sekali berbagi kabar baik, namun takut tersakiti atau setidaknya tersinggung. Menimbang-nimbang rasa menjadi tugasnya saat ini. Mendahului menempuh hidup baru salah satunya. Ungkapan ini mau tak mau harus disampaikan. Apa pun yang terjadi, ia siap.

***

            “Maaf Mbak, Ci hendak menikah.”

            “Tak apa-apa. Silakan!” Wajah yang diperkirakan itu muncul.

Begitu keluar ucapan itu, sebagai adik, Rici harus menyiapkan bekal buat melangkahi kakaknya. Sebuah kebaya dan sepatu. Itulah pembuka pintu sampai keduanya bisa bersanding di pelaminan. Benar. Hari itu tiba. Bersandinglah mereka dalam siang yang terang dan malam yang hangat. Itulah buah yang terjaga. Tumbuh dari akar yang kuat, batang yang kokoh, berdaun lebat, juga buah yang tak terjamah. Demikianlah Rici memberikan buah pada suaminya.  

            Ridi menatap keduanya lekat-lekat. Terlintas pertanyaan demi pertanyaan tentang hasrat. Ya, ia tak bisa membohongi itu. Menyaksikan setiap masa bersama mereka membuatnya semakin tak bisa bertahan. Kesendirian mengisi kamar, kesepian tutur kata, kesunyian dipecah suara serangga malam, juga tengah malam yang menggigil. Ruang kamar itu tak henti-henti menggoda untuk lekas mengakhiri kisah sepi. Sampai berganti tahun pun, ia tak jauh dari keseharian. Tak ada pilihan lain. Hasrat bertemu hasrat tak dapat dielakkan. Hingga sampai jualah sebuah rasa yang mesti sampai pada Ayah dan Ibu.

            “Ibu, Ayah, aku dilamar Agi.”

            “Kau telah timbang semuanya, Ri?”

            “Sudah, Bu.”

            Ayah dan Ibu bertemu mata. Mereka tahu persis perihal lelaki itu. Sebuah suasana penuh asap setiap ia datang ke rumah. Ya, sepulang dari kota, Agi kerap ke rumah sekadar melihat dan menanyakan kabar Ridi. Ayah mungkin tak begitu ambil pusing, sebab samalah perangainya. Dapat teman penghisap asap. Tentu mereka semakin bebas. Tapi, Ibu tak demikian. Kalau hendak mengistilahkan Ibu, dialah orang yang paling tak tahan pada asap itu. Ya, kepulannya memenuhi ruang tamu. Tak jarang Ibu batuk-batuk setelah kepulangannya dari rumah. Lelaki itu pun tak tahu rasa. Semoga saja, ini bukanlah hal yang membuat ibu setengah hati menanyakan kesungguhan pada anaknya.

            Tak hanya itu, Ibu punya satu pertanyaan. Ya, bila tak ditanyakan kali ini, bisa jadi akan timbul banyak gejolak semasa hidup anaknya. Ini tentang masa datang. Ibu tahu benar tentang seberapa asinnya garam, ia pun paham betul seberapa pedasnya cabai. Ibu telah mengecap semua rasa itu. Ia ingin memastikan bahwa hasrat anaknya ini memanglah bersih dan terbebas dari ikatan apa pun. Tak ada kata lain yang menjadi alasan untuk mengakhiri masa kesendirian, sebab telah berusia mendekati kepala empat. Orang-orang kampung bilang, usia itu susah mendapat benih-benih subur. Jika ada, itu adalah berkat nasib mujur sedang bersamanya.

            Keseharian Ri habis di rumah; bersih-bersih, lelap-lelap, dan makan-makan. Ibu tak jarang melihat dari dapur perihal kelakuan anaknya. Sejak permulaan diantar sekolah di rantau, dalam benak Ibu yang ada adalah anak bungsunya itu saat ini menjadi orang. Setidaknya berpenampilan harian layaknya pekerja kantoran atau sebagainya. Tentu ibu juga sudah tahu bagaimana masa datangnya untuk hari ini dan seterusnya. Tetapi sekarang bukanlah yang seperti yang diharapkan. Tak ada beda dengan anak tetangga di kampung sudut yang hanya tamat sekolah menengah. Ya, mengisi rumah, menjaga rumah, dan menanti orang yang datang menjemput ke rumah.

            Ibu hanya bisa menadahkan tangan di sepertiga malam. Semua anaknya hidup bahagia. Bukan sebaliknya, seperti masa-masa sulit orang-orang kota yang ada di televisi. Sebentar bersatu, sebentar pula berpisah. Sungguh tak terbayangkan bagaimana gelas pecah dan susah untuk disatukan kembali. Timbul kembali pertanyaan itu. Ya, harus terucap saat ini juga.  

            “Ri, kau tahu hidupmu setelah menikah?”

            “Maksud Ibu?”

            “Kau akan dibawa lelaki itu ke ladang. Hari-harimu akan habis di sana.”

            “Ya, sudah kupikirkan semua itu, Bu.”

Lepas semua pertanyaan itu. Tak ada yang tersimpan di kepala ibu. Ia telah mendengarkan jawaban dari setiap pertanyaan itu. Hanya memastikan saja, tak lebih dari itu. Sebab, kekecewaan akan timbul kemudian. Demikian pula dengan penyesalan, tak akan pernah muncul di awal masa. Inilah masa yang indah menurut Ridi. Ya, bersandinglah keduanya berselang enam bulan setelah adiknya. Semanis-manis wajah ayah, ibu tak semanis itu. Guratan di kening Ibu sesekali muncul. Entah apa yang ada dalam kepalanya. Ibulah orang yang paling memikirkan akan masa datang anak-anaknya. Entah ada apa di kepalanya, semacam kerisauan masih singgah di dadanya.

***

Alif, putra pertama Rici telah lahir. Rumah Ibu dan Ayah serasa ada angin segar yang senantiasa bersemilir, juga serupa cahaya terang berpendar hingga membuncah di langit-langit. Orang-orang berdatangan, membawa kado, amplop, juga semacam bingkisan. Termasuk Ridi dan keluarga suaminya dari kampung. Ibu hari ini adalah perempuan paling bahagia semasa hidupnya. Tak pernah rumahnya seramai ini. Pernah juga ramai saat pernikahan anaknya, Rici setahun silam. Orang-orang yang lewat di depan rumah tak jarang memanggil-manggil nama cucunya, juga menanyakan sudah bisa apa saja cucunya. Ibu seakan kehilangan masa lampau yang serba sulit, dihapus angin surga yang dibawa bersama cucunya yang semakin besar saja.

Ridi berusaha memasang wajah riang. Tetapi jelas sekali, tak seriang wajah Ibu yang asli. Ridi menimang Alif dengan kemampuannya semasa praktik di sekolahnya dahulu. Wajar saja bila Alif mudah lelap bila dalam dekapannya. Inilah mimpi yang sebenarnya amat dinantikannya. Ya, punya momongan, apalagi laki-laki. Sebab, dalam silsilah keluarganya tak ada anak laki-laki. Hadirnya Alif seakan memberi harapan baru buat Ridi menambah satu lagi cucu buat Ibu. Sayang, angan itu hanyalah angan sampai saat ini. Benih yang tertanam di perutnya tak kunjung bertunas. Telah banyak pupuk dan perangsang lain buat munculnya tunas, tapi tak ada yang mujarab. Ia hanya menahan angan itu dan terus menahan hingga ia pulang ke kampung suaminya.

***

Cukuplah Alif mandi dan tidur dua bulan bersama Ibu. Bulan depan ia harus kembali ke rumahnya di kota. Rici kini telah pandai memandikan anaknya. Tak perlu lagi bimbingan Ibu. Sedari terbangun menjelang subuh masuk, hingga lelap di malamnya, Ci telah mafhum memperlakukan anaknya. Sekilas pikirannya teringat kakaknya di Kampung Ladang. Diambilnya ponsel dan segera memanggil. Ibu tak tinggal diam, diambilnya kursi dan duduk manis di sebelah Rici. Rupanya inilah masa yang tepat itu. Perbincangan bermula kabar. Tak seperti biasanya, Ridi berkata sambil menangis pada Ibu. Sedikit rahasia ia ungkapkan. Ini ungkapan asli dari seorang Ridi yang telah dikenal Ibu sampai saat ini. Ia mengutarakan keadaannya di rumah. Kesendirian dari pagi hingga petang adalah teman sejatinya. Ia kerap dijauhi kerabat seperanakan suaminya, makan tak makan urusan sendiri, tak ada obrolan sehangat ibu, tak ada makanan seenak masakan ibu, sebab makan hanya berteman kentang, dan sayur-sayur, susah bertemu daging, atau buah-buahan. Tak salah bila ia kini kelihatan kering dan menonjolkan tulang pipinya. Belum lagi bila ia sendiri di rumah seharian, di tinggal sendiri bila mendatangi kerumunan Ibu-ibu atau tetangga. Mereka pergi begitu saja bila ia datang menghampiri. Entah salah apa hingga mereka tak mau duduk bersama. Butuh teman bicara, juga tak bisa diam untuk hari-hari mendatang.

Ia semakin bebas mengeluh, dalam perbincangan ini, ia merasakan dalam dekapan hangat Ibu. Ia bisa merasakan betapa ia manja semasa kecil dahulu. Kini di Kampung Ladang begitu terik, namun rumah Ri terasa larut. Ya, tubuhnya larut dalam kesendirian hari-harinya. Hanya sesaat ia ditemani suami di rumah, lantas pergi lagi entah ke mana. Apalagi tak ada pertanda tumbuhnya benih yang ditanam. Ya, seperti menanti perjalanan panjang yang tak kunjung tiba masa akhirnya.

Ibu hanya berkata,

“Ingat dengan janjimu, Ri!”

            Demikianlah Kampung Ladang dengan kesehariannya; menyabit rumput, menanam palawija, dan sedikit sayur-sayuran di pekarangan rumah. Tak ada pemandangan selain hijau yang semakin menghijaukan matanya. Ada baiknya pula, bila ke sini buat mengingat perihal sebuah janji. Ya, seperti ungkapan yang dibawa angin saja, sekali terlontar, namun mudah saja untuk menghilang.* (Bukittinggi, 2022)

(amikom.ac.id)

Inovasi Penegakan Disiplin Madrasah Unggulan Nasional Berbasis Internet of Things


 


Inovasi Penegakan Disiplin Madrasah Unggulan Nasional

Berbasis Internet of Things

 

Artikel Dodi Saputra

 

Kehidupan manusia di era globalisasi saat ini berhubungan erat dengan kecanggihan teknologi, khususnya internet. Berkat penggunaan teknologi tersebut, aktivitas di bidang pendidikan, terkhusus lingkungan madrasah dapat diselesaikan dengan mudah dan cepat. Pada madrasah unggulan nasional, internet diupayakan juga mampu menunjang aktivitas pembelajaran, karena dapat mengakses berbagai informasi ilmu pengetahuan. Pada penerimaan peserta didik baru tahun 2022, sebanyak 15 ribu peserta didik berebut untuk masuk ke Madrasah Aliyah unggulan Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI). Kemenag memiliki madrasah binaan berasrama (boarding school) sejumlah 23 Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia, 17 MAN Program Khusus, dan 2 Madrasah Aliyah Kejuruan Negeri (MAKN) yang tersebar di seluruh Indonesia.

Secara keseluruhan, madrasah tersebut telah menyelenggarakan program pembelajaran secara terpadu lengkap dengan prestasi yang telah dicapai. Hal ini tidak terlepas dari proses yang dilalui, khususnya bermula dari kepedulian setiap warga madrasah terhadap tata tertib. Dalam perjalanannya, penertiban terhadap pelanggaran yang terjadi terus diminimalisir untuk menegakkan kedisiplinan madrasah. Pengawasan pada pelanggaran aturan atau tata tertib di lingkungan madrasah berlangsung selama 24 jam. Dinamika tentang kedisiplinan warga madrasah terhadap tata tertib madrasah mendapat perhatian, karena menjadi faktor utama dalam menentukan prestasi suatu madrasah. Penegakan disiplin yang sistematis dan terdata secara akurat menentukan evaluasi secara personal maupun secara keseluruhan. Dalam studi dimensi fakta sosial terbaru dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2022, data penggunaan internet di Indonesia naik dari 175 juta menjadi sebanyak 220 juta. Hal ini dapat ditemui pada generasi milenial yang sedang menempuh pendidikan di sekolah atau madrasah dan pendidikan sederajat. Di Kementeraian Agama, telah disalurkan sebanyak 3,6 juta paket data internet untuk membantu kelancaran selama pembelajaran jarak jauh (PJJ). Tahap kedua telah disalurkan juga sebanyak 4,6 juta bantuan paket data untuk siswa madrasah.

Akan tetapi, penggunaan internet pada PJJ tersebut sebatas berorientasi pada pemanfaatan fitur dan aplikasi di gawai peserta didik. Pemanfaatan internet belum merambah kepada aspek teknologi pada sarana dan prasarana yang berbasis internet. Bagaimana internet dapat menunjang pembelajaran, kedisiplinan, serta mencerdasan kehidupan anak bangsa? Dewasa ini, teknologi internet dan beberapa perangkat teknologi pendukung lainnya telah menjadi alternatif berbagai solusi dari problematika yang ada di madrasah. Salah satu teknologi yang sedang digandrungi kawula muda saat ini yakni penggunaan media pembelajaran berbasis digital. Artinya, pembelajaran dapat didukung dengan adanya fasilitas modern di ruang-ruang belajar dan instansi pendidikan, khususnya madrasah unggulan nasional.

Teknologi di madrasah unggulan nasional yang telah dimanfaatkan antara lain presensi finger print atau face scanner, media smart television dan one screen, pendingin ruangan (air conditioner), papan informasi digital (running text), sistem buka tutup parkir (parking system), layanan perpustakaan digital e-library, kode QR, barcode book, wifi, termogun, kamera pengintai atau Closed Circuit Television (CCTV), legalisir berkas secara online, berbagai kegiatan robotik, dan sebagainya. Rangkaian penggunaan teknologi tersebut secara masif telah diterapkan di berbagai madrasah di Indonesia. Namun, kecanggihan tersebut tidak dapat berjalan sesuai target, melainkan didasari sikap disiplin yang terintegrasi dan komprehensif seluruh warga madrasah. Untuk itu, perlu ditunjang oleh ketersediaan kelengkapan fasilitas berbasis sistem komputerisasi sarana dan prasarana berbasis internet di masa depan.

 Kesuksesan sebuah proses pembelajaran tidak terlepas dari sikap utama yakni disiplin. Kedisiplinan menjadi salah satu pondasi utama dalam mencapai kelancaran dan ketertiban program madrasah di atas. Disiplin diri juga menjadi penentu indeks kemajuan sebuah madrasah untuk meningkatkan predikat unggul secara nasional. Madrasah unggulan nasional di Indonesia mendapat amanah sebagai garda utama generasi muda 4.0 yang memiliki inovasi teknologi masa depan. Percepatan program peningkatan di masa depan diupayakan tidak merepotkan aktivitas petugas piket. Prinsipnya, pencatatan pelanggar tata tertib secara manual akan dapat memakan waktu dan menghabiskan kertas. Hal ini jelas menghambat indeks produktivitas dan efisiensi biodiveritas hutan Indonesia. Kondisi demikian tentu mengganggu rangkaian aktivitas madrasah yang lain. Secara jam kerja, butuh banyak waktu dan semakin ketinggalan dengan kemajuan pendidikan di luar negeri. Salah satu solusi mengatasi permasalahan tersebut melalui penerapan inovasi teknologi dari Internet of Things (IoT) di ruangan peserta didik, baik asrama, masjid, ruang kelas, perpustkaan, laboratorium, aula, klinik, ruang makan, dan gedung olah raga.

IoT menjadi solusi karena menjadi sebuah objek yang ditanamkan perangkat teknologi canggih seperti sensor pendeteksi atau pembawa atau penghitung dan perangkat lunak yang mampu memberikan informasi dan komunikasi, menngendalikan, mengaitkan, dan saling tukar data melalui beberapa perangkat lain dalam koneksi jaringan internet. Bukan sebatas jargon, akan tetapi IoT dapat memperluas penggunaan peran dan fungsi internet yang mampu mengendalikan seluruh lingkungan pada suatu ruangan dan sebagainya. Penggunanya dapat menyesuaikan intensitas pencahayaan, penyejuk udara lingkungan, suhu, dan sebagainya.

Penerapan Teknologi Internet of Things (IoT) diyakini mampu menjadi sarana inovasi penegakan disiplin, terlebih pada madrasah unggulan nasional yang memiliki pola kerja penerapan disiplin yang masih manual. Tim piket harus memanggil pelanggar tata tertib melalui pengeras suara untuk sekadar mencatat dan diproses. Hal ini dapat mengganggu konsentrasi dan kenyamanan belajar peserta didik yang sedang belajar di kelas. Keberadaan seseorang dalam suatu ruangan tertentu dapat menjadi indikator atau penanda bahwa orang tersebut telah mematuhi peraturan secara tepat waktu. Sehinga disiplin dapat terlaksana dalam berbagai aktivitas di madrasah.

Aktivitas peserta didik terdata lengkap oleh IoT dari jam bangun, jam sahur, jam makan pagi, siang, petang, hingga jam datang ke masjid. Petugas piket tidak perlu mencatat secara manual setiap siswa yang masbuk, karena telah terdeteksi IoT. Jam masuk kelas, jam belajar malam hari di masing-masing ruangan juga demikian. Pendeteksi suhu tubuh otomatis, jam peminjaman buku dan penitipan gawai serta laptop atau notebook di perpustakaan serba IoT. Begitu pula tatkala mendeteksi siswa praktikum di laboratorium, masuk ke ruangan kelas, kantin, sholat Duha. sholat Tahajud. Selanjutnya, mendeteksi siswa yang berbuka puasa, study club di ruangan kelas olimpiade. Sehingga, mayoritas ruangan di madrasah unggulan tersebut sudah selayaknya memakai pembaca jumlah orang dalam suatu ruangan secara otomatis.  

Dalam hal pengawasan di ruangan kontrol pembelajaran (learning control room), pengamatan aktivitas dan jumlah peserta didik selayaknya berbasis IoT dalam pendeteksi orang dalam ruangan. Sehingga petugas piket tidak perlu menghitung secara per orang di layar monitor, karena IoT telah mendata jumlahnya secara otomatis. Kedisplinan pada peraturan tersebut nanti diharapkan dapat membudaya dalam diri peserta didik hingga ke jenjang perguruan tinggi dan dunia kerja.* (amikom.ac.id)

Rabu, 16 Februari 2022

KWT Mawar IV Giatkan Kebun Bibit Bersama Warga Padang


 

Tangan-tangan Hijau Kota Padang

Giatkan Kebun Bibit Bersama Warga

Pesiar oleh Dodi Saputra

 

Dalam kesehariannya, manusia tidak terlepas dengan alam. Alam yang terdiri dari hewan dan tumbuhan. Pada kajian seputar dunia tumbuhan, segenap tumbuhan hijau memiliki peran yang sangat penting dalam membantu kelangsungan hidup manusia. Selain berperan sebagai penghasil oksigen dan peneduh suhu, tumbuhan juga menjadi bahan makanan utama bagi manusia sehari-hari. Sehingga, sampai saat ini manusia terlihat tampak serius dalam mengupayakan agar ekosistem yang telah ada tersebut di permukaan bumi ini tetap terjaga keasriannya.

Ada banyak tanaman yang hidup. Mulai dari tanaman liar hingga tanaman yang bermanfaat bagi manusia. Pada tumbuhan yang terdapat di dekat manusia, khususnya sekitar pekarangan rumah, biasanya dijadikan sebagai kebun sederhana dan taman bunga. Ternyata, sebuah lahan di pekarangan rumah itu semakin bernilai, ketika didirikan di sana sebuah pondok bibit. Pondok bibit yang didesain sedemikian rupa demi mengembangbiakkan tanaman sayur-sayuran dan lainnya. Bibit-bibit tanaman itu saat ini juga dikelola dengan baik oleh sebuah wadah yang berhimpun dalam kelompok wanita tani di kota Padang.

Ketika mencoba melihat lebih dekat lagi, ternyata terdapat kelompok wanita pemerhati rumah hijau yang memberi nama (Kelompok Wanita Tani) KWT Mawar IV yang beralamat di Jalan Maransi Kelurahan Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah, Padang. Mereka adalah para ibu-ibu yang telah berhimpun dalam barisan padu dalam upaya menggiatkan pondok pembibitan tanaman pangan di daerah tersebut.

Sedari akhir tahun 2013, Desember yang lalu, kelompok tani wanita ini telah memulai kegiatan penghijauan ini dari dukungan anggaran yang diperoleh dari pengajuan program usaha kebun bibit ini ke Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Pengajuan program itu pun akhirnya mendapat lampu hijau dengan didukungnya usaha tersebut dengan dukungan materil dari pemerintah. Kemudian, setelah diberikan kesempatan emas untuk melaksanakan usaha tersebut, segenap ibu-ibu berbekal semangat yang kuat, mereka segera mendirikan kebun bibit di pekarangan rumah salah satu anggota, Ibu Mulida, A.Md.

Proses pembibitan pun dilakukan dengan mekanisme yang telah dikuasai sebelumnya. Pembuatan rak-rak bibit, pembuatan dan penyediaan pot, sistem pengairan, pola pemupukan yang rutin dan perawatan berkala pun dilakukan demi tumbuhnya tunas-tunas hijau muda dari bibit tersebut. Sampai saat ini, bibit tersebut telah mulai tampak pertumbuhannya. Daun-daun yang sudah menghijau, buah-buah tanaman pangan yang sudah mulai memerah dan batang tanaman yang mulai kokoh untuk menopang tanaman itu sendiri. Penyusunan rak-rak berdasarkan jenis tanaman dimaksudkan agar memudahkan untuk pemupukan dan pengelompokannya.    

Secara struktural, pengelolaan kelompok wanita tani ini telah tersusun rapi. Dalam menjalankan program tersebut, terdapat ketua tim yakni Ibu Paisah. Beliau dibantu oleh Sekretaris, Ibu Deswati, S.Pd dan Ibu Mulida, A.Ma. selaku bendaharanya. Demi membantu perawatan dan keberlangsungan tanaman, mereka juga dikuatkan oleh anggota tim, yaitu Ibu Kartini, S,Pd, Ibu Yuliar, Ibu Yulidar, Ibu Rosneli Amir, Ibu Nurhayati, Ibu Dra. Murni, Ibu Sri Murni, Ibu Sri Sufreni, S.Pd, Ibu Jayyar, Ibu Jasmaniar, Ibu Janiar, Ibu Suharti dan Ibu Nur`aina. Dari enam belas orang ibu-ibu kelompok wanita tani tersebut, mereka telah memiliki keahlian dan keterampilan masing-masing dalam menumbuhkan dan mengembangkan budidaya tanaman yang ada secara efektif dan efisien.

Saat ditemui wartawan pagi itu, Ketua Tim KWT Mawar IV, Ibu Paisah yang tengah memasukkan tanah bercampur pupuk ke dalam pot hitam itu menuturkan, “Semua bibit ini diberikan pupuk-pupuk yang cukup agar tanaman tumbuh dan berkembang bagus nantinya.” Jelas Ibu yang tak takut kotor ini.  

Dari segi pengelolaan kegiatan ini, pada mulanya didukung pendanaan dan pemerintah provinsi Sumatera Barat. Bukan sebuah persaingan yang mudah untuk dapat lolos dari seleksi yang cukup ketat itu. Sedari pengajuan program dari kelompok KWT ke kelurahan, kemudian berlanjut ke Badan Ketahan Pangan tingkat kota dan Badan Ketahan Pangan tingkat Provinsi Sumatera Barat. Semua proses itu dilalui dengan pencapaian akhir yang menuai hasil.

Dari ketersediaan anggaran itu digunakan untuk pembuatan kebun bibit, pembuatan rak, dan segala kelangkapan keperluan yang dibutuhkan. Demi pemerataan dan pemberdayaan anggota, anggota tim dicarikan pula. Dengan modal 400 ribu dikali sebanyak 16 orang, dioptimalkan pembibitan sebagai persediaan bibit. Bibit yang ada saat ini diperoleh dari pembelian di toko tani dan diolah, lalu diberikan pada anggota. Di samping itu, juga ada stok khusus untuk menanggulangi jika ada penambahan kebun bibit yang baru lagi.

Tanaman yang mulai menampakkan hijaunya itu disusun dengan mengelompokkan tanaman secara teratur. Diberikan pupuk secara proporsional, seperti pupuk urea, pupuk NPK dan lain-lain. Ada banyak tanaman di kebun bibit itu. Pada mulanya, jenis tanaman yang ditanam sebenarnya hanya ada tiga, namun dikembangkan lagi menjadi lebih banyak lagi. Di antaranya ada kangkung, bayam, cabe, sawi pangsit dan seledri serta kacang panjang.

Dari segi lokasi, tim KWT Mawar IV ingin membuat kebun pecontohan yang memadai pula. Saat ini sedang dicari lagi kebun percontohan dalam waktu dekat ini. Sementara ada tempat yang lebih bagus dan tentunya akan lebih memudahkan pertumbuhan tanaman. Bukan hanya berpikir penambahan saja, namun pada aspek perawatan juga diperhatikan, antara lain dalam hal menyiram secukupnya jika cuaca panas, dijaga dari serangan hama dan hewan-hewan penggangu, dipupuk agar tanam tetap terjaga kesuburannya.

Saat ini, juga telah tampak daun-dan yang bernas, dan buah-buah yang siap dipetik. Melihat itu, maka hasil kebun ini mampu dijadikan untuk membantu dapur para anggota yang juga membantu program dari pemerintah kota dan pemerintah provinsi dalam meringankan kebutuhan masyarakat sehari-hari. Saat dipetik buah-buah itu, maka akan ditanam lagi yang baru, dengan tujuan kesinambungan tanaman. “Penambahan jumlah bibit yang digiatkan pun disesuaikan dengan ketersediaan anggaran ada, atau pun kalau tidak ada, kami punya semangat yang besar untuk menambah kebun bibit yang lain.” Ujar Ibu Mulida, pemilik pekarangan kebun bibit saat ini.

Berbekal semangat yang kuat bersama tim KWT, sedang diupayakan akan ada penambahan lagi kebun baru di pekarangan sekitar itu. Pada masanya nanti kalau berbuah, bisa kemudian diserahkan kepada kelompok. Pada tahap selanjutnya kelompok ini langsung bergerak untuk mencarikan bibit baru, pemupukan juga terus diberikan, serta memilih  bibit yang bagus untuk pertumbuhan yang baik.

Melihat lokasi pekarangan yang telah ada, yakni di sekitar pemukiman masjid. Dan akan juga dibuat penambahan kebun bibit di samping masjid yang kesehariannya terdapat banyak santri yang belajar di TPQ dan TQA Masjid Nurul Haq Maransi. “Sebaiknya kalau para santri mau turut serta dan mampu, kemudian segenap pembina mau membantu memberikan arahan pada mereka, mudah-mudahan bisa berjalan baik. Sehingga di daerah ini ada kebun PKK, juga ada kebun santri sebagai bentuk kepedulian warga terhadap lingkungan. Tentu hal itu maka akan lebih bagus pula.” Tambah Ibu Mulida selaku Bendara Tim KWT Mawar IV ini. ***

(Dodi Saputra, bergiat di FLP dan Rumahkayu Sumatera Barat)

 

 

Pesona Keindahan Wisata Lembah Harau Sumatera Barat

 Pesona Lembah Harau: “Hijau, Bening, Menyegarkan Mata”

 oleh Dodi Saputra


             Pesona Kabupaten Lima Puluh Kota kian menawan. Wisatawan dari luar daerah dan kota-kota di Sumatera Barat menjadikan daerah ini sebagai salah satu kunjungan pilihan. Tak terkecuali bagi segenap guru-guru di MTs. S. An-Nur Padang. Kawasan Lembah Harau yang begitu memikat itu menjadikan tempat itu sebagai kunjungan pertama. Pertama memijakkan kaki di tanah ini, yang terasa adalah hawa sejuk dan segar. Hal itu disebabkan di selingkaran mata memandang terdapat hamparan pepohonan menghijau. Apalagi menyempatkan membasuk wajah di airnya yang begitu dingin dan segar. Penat selama bekerja di kota, udara kotor dan keruh air di kota, semuanya hilang berganti kesejukan dan kesegaran air di Lembah Harau ini.

 

Surau di Selingkaran Lembah Harau

            Pengunjung yang berdatangan dari berbagai daerah. Sekitar menjelang siang hingga tengah hari. Satu kesempatan yang dinanti-nanti pengunjung khususnya umat muslim, mereka segera menunaikan Salat Zuhur. Tak perlu jauh-jauh mencari tempat shalat, pengunjung bisa langsung melihat surau yang di kelilingi tebing tinggi di Lembah Harau ini. Sebuah surau yang bersih dan lapang siap menampung jamaah untuk berwudhu dan salat. Hal ini semakin membuat pengunjung merasa nyaman beribadah di sana.

            Air yang sejuk dan lingkungan yang bersih adalah keunggulan tempat ini. penat di bus atau kendaraan bermotor lainnya bisa hilang seketika setelah membasuh muka dan menghirup udara segar setelah salat. Pengunjung semakin santai melanjutkan aktivitas lain seperti makan siang dan berfoto-foto ria di banyak sudut pemandangan indah lainnya. Makan siang kali ini ditemani ikan-ikan besar di sungai itu. Ikan-ikan seperti Ikan Mas turut mengisi aliran sungai.

 

Bersampan di Lembah Harau

            Tak jauh dari surau tersebut, pengunjung akan melihat orang-orang Hanya berjalan sekitar lima puluh meter saja, sudah sampai di spot sampan-sampan. Hanya bermodal lima belas ribu rupiah, sampan bisa dinaiki satu sampai tiga orang. Ini adalah kesempatan buat pengunjung yang gamang menaiki perahu di laut maupun di danau. Sampan di tempat wisata ini berjalan di atas air yang dibuat senyaman mungkin dengan kawanan ikan emas di bawahnya. Pengunjung juga dibuat santai, sebab kedalaman air cukup dangkal. Pengunjung bisa mendayung sampan dari pertama naik sampan sampai berkeliling di selingkaran taman.

            Berfoto adalah kesempatan baik di atas sampan. Tak perlu jauh-jauh, jasa foto juga sudah menanti di tepi sungai buatan itu. cukup dengan sepuluh ribu rupiah, foto ukuran 10 R sudah siap dibawa pulang. Murah dan meriah, kenang-kenangan itu kini sudah dalam genggaman. Menaiki sampan cukup menguji nyali pengunjung. Tak hanya itu, berfoto bersama pasangan terkasih pun menjadi lebih indah. Apalagi di bawah sampan berkeliaran ikan-ikan Mas berukuran besar nan menggoda. Pengunjung bisa sekalian memberi makan dari atas sampan. Dengan begitu, momen kunjungan ini menjadi lebih menyenangkan.

           

Rumah Gadang dan Taman Bunga

            Dari sungai buatan itu, berhadapan langsung dengan ikon Rumah Gadang dengan desain menarik. Di bagian depannya juga dihiasi taman bunga yang tertata rapi dan berwarna-warni. Sungai-sungai kecil mengalir juga di halaman depannya. Inilah satu spot lagi yang sayang dilewatkan untuk berfoto. Suasana seperti ini semakin membuat pengunjung mengagumi Rumah Gadang sebagai salah satu rumah adat yang ada di tempat wisata seindah ini. Rumah Gadang bukan hanya di museum tertentu, hadirnya Rumah Gadang ini juga mengingatkan kedudukan Rumah Gadang sebagai tempat bagi masyarakat Minangkabau untuk bermusyawarah mencapai mufakat bersama.

 

Pesona Kelok 9 dan Wisata Pulang

            Mengunjungi Kabupaten Lima Puluh Kota kurang lengkap rasanya bila belum melewati kelok 9. Kelokan yang dibuat arsitek masa kini itu begitu mengagumkan. Tiang-tiang penyangga yang kokoh dibuat untuk perlintasan kendaraan. Serupa melayang, pengendara dan penumpang diperlihatkan pemandangan pepohonan hijau dan bukit-bukit terjal. Kelok 9 yang tajam menguji adrenalin pengendara. Ini pula satu sisi unik kelok 9 ini. tetapi, setelah melewati jalan itu, pengunjung sampai di puncak jalan.

            Saat pengunjung berhenti dan turun bus, pengunjung dihadapkan pada penjual di tepi jalan. Warung-warung kecil berjejer di sepanjang tepian jalan. Di balik warung itu pula, ada satu spot lagi untuk berfoto. Di sini tampaklah kelok 9 dengan pesonanya. Spot ini sungguh sayang dilewatkan. Maka tak heran bila ada pengunjung yang ke sini rela menembus hujan untuk berfoto di atasnya.

            Sepulang dari tempat ini, bila pengunjung hendak singgah lagi, bisa meluncur ke kota wisata berikutnya, yakni Bukittinggi. Pengunjung bisa menikmati Jam Gadang di senja hari. Kota Bukittinggi terkenal dengan kota wisata seolah tak kenal lengang pengunjung. Menjelang senja pun, wisatawan dan pengunjung berlalu-lalang di pelataran Jam Gadang.*(Padang, 2016)

Sabtu, 22 Januari 2022

Guru: Antara Disiplin dan Penegakan Hukum

Guru: Antara Disiplin dan Penegakan Hukum 

oleh Dodi Saputra

Guru MAN Insan Cendekia Padang Pariaman

Manusia memiliki kebutuhan menuntut ilmu dimana pun berada. Ilmu yang didapat dari guru, maupun yang di dapat dari alam dan pengalaman. Sejatinya, seorang pelajar yang mendapatkan bimbingan dari guru, ia menyadari bahwa kecerdasannya semakin bertambah dari waktu ke waktu. Namun, terdapat satu hal yang menggelengkan kepala berkali-kali. Bukan hanya sekali, guru yang seharusnya dihormati dan ditempatkan diposisi terhormat malahan menjadi korban Hak Azazi Manusia (HAM). Banyak versi dalam melihat problem serupa ini. ada tanggapan dari siswa/generasi muda dalam menentukan kata setuju atau tidak setuju. Dalam warta beberapa waktu lalu terdengar bahwa guru divonis tiga bulan hanya gara-gara mencukur rambut salah satu siswanya. Guru tersebut harus duduk dikursi pesakitan. Dalam persidangan, guru tersebut terbukti bersalah dan divonis tiga bulan penjara dengan masa percobaan enam bulan. Atas putusan tersebut, si guru mengajukan banding. Setelah ditelusuri, ternyata guru itu tidak menyangka bahwa sikapnya tersebut dinyatakan melanggar pasal 335 KUHP ayai 1 ke 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan kepada salah satu anak didiknya di sekolah tempatnya mengajar.

Atas nama hukum, tentu dilanjutkan ke tahap persidangan. Dalam sidang yang dipimpin oleh seorang hakim ketua dinyatakan vonis tiga bulan penjara dengan masa percobaan selama enam bulan. Selain itu, ia juga dikenai kewajiban untuk membayar biaya perkara sebesar lima ribu rupiah. “Terbukti melanggar pasal 335 KUHP ayai 1 ke 1 KUHP dan pidana penjara tiga bulan dan tidak perlu dijalankan,” demikianlah kata Hakim ketua. Menanggapi vonis yang dijatuhkan hakim tersebut, si guru didampingi oleh pengacaranya mengajukan banding. Sementara dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) sendiri, mengaku menerima vonis yang dijatuhkan oleh hakim tersebut. “Kami menyatakan banding,” kata si guru di depan hakim. Sementara itu, kasus yang menyeretnya berawal saat si guru melakukan kedisiplinan di sekolah tempatnya mengajar yakni dengan cara memotong rambut siswa yang dinilai sudah panjang pada tahun lalu. Dalam kegiatan tersebut, ia memotong sebagian rambut siswa dan meminta agar siswa yang bersangkutan merapikannya di rumah. Namun, salah satu orang tua siswa, tidak terima sikap dan kemudian menempuh jalur hukum.

Kronologi divonisnya guru di atas menjadi perspektif yang berbeda. Pertama, sebaiknya setiap sekolah dan perwakilan orang tua murid membuat aturan kedisiplinan lengkap dengan sanksinya. Dituangkan dalam Surat Kesepakatan yang ditandatangani oleh Murid dan Orang Tua (Wali) murid. Jika mencukur rambut tidak sesuai hukum yang lebih tinggi, maka dapat mengganti sanksinya dengan membersihkan toilet sekolah. Ini untuk mencegah saling tuntut dimeja hijau. Kedua, hal yang demikian itu merupakan arogansi guru. Seharusnya guru tersebut memberikan pengarahan dan peringatan. Bukan main potong separuh dan mempermalukan siswa. Apalagi disebabkan tidak adanya membuat perjanjian di atas materai. Apa salahnya siswa disuruh potong rambut terlebih dahulu, setelah itu baru masuk kelas lagi. Parahnya lagi, ada guru yg menyuruh siswanya memotong rambut dengan panjang satu sentimeter. Coba pihak guru membayangkan, mana yang lebih rapi, siswa yang memotong rambut satu sentimeter atau siswa yang memotong rambut sedikit panjang tapi lebih rapi dan enak dilihat, karena setiap orang belum tentu rapi apabila rambutnya pendek sekali disebabkan oleh bentuk kepala yang berbeda.

Kemudian terdapat peraturan dari sekolah, bahkan ditentang oleh pihak lain. Ada sosok yang sebagai salah satu orang yang mengerti hukum, melihat adanya ketidakpastian terhadap apa dan siapa. Sebaiknya setiap sekolah memikirkan yang difungsikan kemampuan siswa dalam memahami pelajaran bukan sibuk terhadap penampilan siswa. nantinya ketika jadi mahasiswa juga rambut panjang karna setiap kampus mengerti akan hal itu dan satu lagi ketika mereka sudah dewasa pasti ada keinginan untuk tidak lagi panjang rambut, butuh waktu buat mereka menikmati masa muda yang mungkin jadi bahan pelajaran ke depannya bagi mereka.

Ketiga, Sebenarnya setiap peraturan sekolah selalu disosialisasikan terlebih dahulu kepada seluruh siswa dan orangtua siswa. Peraturan sekolah juga disahkan bersama pengurus Komite Sekolah sebagai perwakilan orangtua siswa. Selain itu,  siswa pun selalu diingatkan agar mematuhi peraturan sekolah. Lalu, apakah bisa dikatakan "arogansi" pada saat guru mengambil tindakan pembinaan terhadap siswa yang tidak mengacuhkan peraturan sekolah? Kalau begitu, apa gunanya dibuat peraturan, jika siswa boleh melanggar seenak perutnya?

            Dari beberapa perspektif tersebut, dapat dilihat bahwa memang begitulah kondisinya sekarang ini, kalau ada tanda tangan Wali Murid dan Murid, maka tuntutan di meja hijau akan mentah. Maklum zaman sekarang orang senang berperkara. Apalagi yang banyak uangnya. Biasanya setiap peraturan itu telah disosialisasikan kepada seluruh warga sekolah dan juga orangtua siswa. Pemberian sanksi pun biasanya setelah melalui tahapan-tahapan yang sesuai prosedur tetap (protap) yang juga telah diketahui bersama. Di beberapa sekolah sering dilakukan razia rambut dan pemotongan rambut siswa. Sebelumnya sudah diingatkan kepada siswa yang rambutnya panjang agar memangkas sesuai ketentuan sekolah. Jika peringatan sekolah diabaikan juga, maka wajar kalau diberi sanksi. Tak ada disiplin tanpa penegakan aturan dan pemberian sanksi bagi pelanggarnya.

Ada baiknya, pendidikan melihat kembali tentang disiplin sekolah sebagai usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Menurut Wikipedia (1993) bahwa disiplin sekolah “refers to students complying with a code of behavior often known as the school rules”. Yang dimaksud dengan aturan sekolah (school rule) tersebut, seperti aturan tentang standar berpakaian (standards of clothing), ketepatan waktu, perilaku sosial dan etika belajar/kerja. Pengertian disiplin sekolah tersebut kadang kala diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi) sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadang kala menjadi kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya, sehingga terjebak dalam bentuk kesalahan perlakuan fisik (physical maltreatment) dan kesalahan perlakuan psikologis (psychological maltreatment), sebagaimana diungkapkan oleh Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snockdalam bukunya “Dangerous School” (1999).

Berkenaan dengan tujuan disiplin sekolah, Maman Rachman (1999) mengemukakan bahwa tujuan disiplin sekolah adalah : (1) memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, (2) mendorong siswa melakukan yang baik dan benar, (3) membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah, dan (4) siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya. Sementara itu, dengan mengutip pemikiran Moles, Joan Gaustad (1992) mengemukakan: “School discipline has two main goals: (1) ensure the safety of staff and students, and (2) create an environment conducive to learning”. Sedangkan Wendy Schwartz (2001) menyebutkan bahwa “the goals of discipline, once the need for it is determined, should be to help students accept personal responsibility for their actions, understand why a behavior change is necessary, and commit themselves to change”. Hal senada dikemukakan oleh Wikipedia (1993) bahwa tujuan disiplin sekolah adalah untuk menciptakan keamanan dan lingkungan belajar yang nyamanterutama di kelas. Di dalam kelas, jika seorang guru tidak mampu menerapkan disiplin dengan baik maka siswa mungkin menjadi kurang termotivasi dan memperoleh penekanan tertentu, dan suasana belajar menjadi kurang kondusif untuk mencapai prestasi belajar siswa.

Keith Devis mengatakan, “Discipline is management action to enforce organization standarts” dan oleh karena itu perlu dikembangkan disiplin preventif dan korektif. Disiplin preventif, yakni upaya menggerakkan siswa mengikutidan mematuhi peraturan yang berlaku. Dengan hal itu pula, siswa berdisiplin dan dapat memelihara dirinya terhadap peraturan yang ada. Disiplin korektif, yakni upaya mengarahkan siswa untuk tetap mematuhi peraturan. Bagi yang melanggar diberi sanksi untuk memberi pelajaran dan memperbaiki dirinya sehingga memelihara dan mengikuti aturan yang ada. Orang yang tidak suka dengan aturan/disiplin suatu institusi maka sebaiknya tidak usah mamaksakan diri masuk ke institusi itu. Apalagi tidak ada yang memaksa masuk sekolah.

Sejauh ini, sistem pendidikan kita sudah baikkah? Sistem Pendidikan Nasional masih saja mencari format yang tepat. tidak heran kalau kurikulum selalu bongkar pasang. Namun, itu adalah kewenangan pemerintah. Apapun kurikulum yang dipakai sejak dulu, disiplin sekolah tetap jadi prioritas. Tanpa disiplin sebuah sistem akan berantakan. Sejenak mengutip pemikiran Moles, Joan Gaustad (1992) mengemukakan: “School discipline has two main goals: (1) ensure the safety of staff and students, and (2) create an environment conducive to learning”. Sedangkan Wendy Schwartz (2001) menyebutkan bahwa “the goals of discipline, once the need for it is determined, should be to help students accept personal responsibility for their actions, understand why a behavior change is necessary, and commit themselves to change”. Supaya semua pihak dapat memahami seputar koherensi  antara disiplin dengan perlindungan kepada anak. Alangkah baiknya jika kembali membaca UU. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 16 (1) mengatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Pasal 19 Setiap anak berkewajiban untuk menghormati orang tua, wali, dan guru, mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman, mencintai tanah air, bangsa, dan negara, menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya, dan melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

Satu hal yang menjadi pertanyaan ketika anak dididik untuk melaksanakan kewajibannya sesuai dengan pasal 19, lalu dibenturkan dengan pasal 16? Apakah cubitan dan pemotongan rambut termasuk kategori tindakan tidak manusiawi? Pasal 13 dalam UU. PA. bisa menjadi "pasal karet" jika tidak ada penjelasan dan batasan-batasan yang jelas.
Pasal 13 (1) mengatakan setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya. (2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

Harapan masyarakat pendidikan tertimpu pada hukum Indonesia melibatkan nurani dalam kebijakannya. Sehingga hukum Indonesia tidak dikatakan bayaran. Otomatis, setiap yang punya uang akan menang dalam perkara. Hal itu tentu tidak diinginkan. Sebelumnya diberitakan hal serupa, tentang siswa yang dicubit oleh guru pada bagian atas perut, tepatnya bawah ketiak sebelah kiri dengan tangan kanan. Penyebabnya, sudah dua kali siswa tidak mengerjakan ulangan sehingga dia mendapatkan nilai nol. Akibat cubitan itu, guru dilaporkan oleh orang tua siswa. Melihat itu, orangtua siswa yang notebene adalah orang yang beruang, meminta puluhan juta sebagai uang damai. Bila uang diberikan, maka laporan kepada pihak berwajib akan segera dicabut. Cubitan guru itu tujuannya mendidik. Cubitan sayang seorang guru, tidak ada niat mencelakai, melukai dan melakukan kekerasan. Bukti bahwa orang yang punya uang dapat memaksakan kehendaknya terhadap hukum. Let's be smart. Sekolah tidak mengekang siswa, melainkan memberikan kebebasan asal dalam koridor. Dimana pun aturan pasti selalu ada. Apalagi di sekolah yang diberi tugas membentuk karakter positif yang sangat penting untuk masa depan siswa itu sendiri. Setidaknya tidak ada yang menilai bahwa guru-guru bodoh, apalagi merasa anak-anak tidak diberi sedikit kebebasan.*


 

Bottom of Form